Sienny Thio
Staf Pengajar
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Perhotelan – Universitas Kristen Petra
ABSTRAK
Service Quality sangat
dibutuhkan terutama di industri hospitality mengingat konsumen yang
mempunyai ekspektasi yang selalu ingin dipenuhi dan dipuaskan. Konsumen selalu
mengharapkan untuk mendapatkan service yang maksimal dari para penyedia jasa
dalam hal ingin diperlakukan secara professional, dan
diperlakukan
sebagai individu yang unik. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
yang lebih jauh mengenai service quality yang dapat dibangun dan dilakukan
oleh para penyedia jasa yang diharapkan dapat memenuhi ekspektasi dari konsumen
yang pada akhirnya dapat memuaskan eksternal konsumen maupun internal konsumen.
Kata kunci: hospitality, service
quality, ekspektasi, kepuasan, penyedia jasa.
ABSTRACT
Service quality
is necessary especially in the hospitality industry, remembering that consumers
have expectations that must be fulfilled and satisfied. Consumers often expect
to get maximal service from the service providers and wish to be treated professionally
and as a unique individual.
This paper seeks
to give a further idea about service quality which can be developed and done by
service providers with the hope of fulfilling consumer expectations and finally
to satisfy all consumers, both internal and external to the company.
Keywords: hospitality,
service quality, expectations, satisfactions, service providers.
PENDAHULUAN
Bila kita
mendengar kata “industry hospitality” seringkali kita identikkan dengan
hotel dan restoran. Sebenarnya kata “hospitality” mempunyai arti yang
lebih luas daripada sekedar hotel dan restoran.
Menurut Oxford
English Dictionary: “Hospitality is the reception and entertainment of
guests, visitors or strangers with liberality and good will”. Selain itu
menurut kamus Indonesia: Hospitality adalah keramahtamahan. Dalam
industri hospitality , konsumen mengharapkan untuk memperoleh
pelayanan /service yang maksimal dari para penyedia jasa dengan
menyediakan service yang memuaskan ekspektasi mereka atau bahkan melebihi
ekspektasi mereka. Oleh karena itu perlu sekali manajemen dari hospitality untuk
selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen.
Melalui
peningkatan kualitas pelayanan, bisnis hospitality menjadikannya sebagai
salah satu kiat untuk bersaing dengan para pesaingnya. Selain daripada itu
bisnis hospitality harus menyediakan sesuatu yang lain daripada yang
lain yang akan selalu tertanam dan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan
bagi konsumen dibandingkan dengan apa yang diberikan oleh pesaingnya. Kualitas
menjadi salah satu kunci sukses dari setiap bisnis. Kualitas ini diberikan kepada
konsumen untuk memenuhi ekspektasi konsumen dengan menyediakan produk dan
pelayanan pada suatu tingkat harga yang dapat diterima dan menciptakan “nilai”
bagi konsumen serta menghasilkan profit bagi perusahaan. Bila kita melakukan
transaksi di sebuah hotel maka kita akan dikenakan biaya service sebesar 11%
disamping biaya pajak 10%. Ini berarti bahwa untuk mendapatkan pelayanan dari
sebuah hotel ada harga yang harus kita bayar. Maka tidaklah mengherankan bila
satu porsi soto ayam yang kita beli di sebuah depot dengan harga Rp 3.000,-
akan menjadi Rp 15.000,- bila itu dijual oleh restoran di sebuah hotel itupun nantinya
bisa lebih mahal lagi tergantung dari di hotel bintang berapa restoran itu
berada. Oleh karena itu hotel dituntut untuk memberikan pelayanan yang maksimal
untuk memuaskan para konsumennya. Di lain pihak, untuk menciptakan kualitas
pelayanan yang prima tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dilakukan oleh
industri hospitality baik dalam dari segi waktu maupun dana. Tiap segmen
industri mempunyai istilah sendiri untuk konsumen. Hotel menyebutnya dengan
tamu, bank menyebutnya dengan nasabah, perusahaan penerbangan menyebutnya dengan
penumpang, agen travel menyebutnya dengan klien.
WHAT IS SERVICE
?
Service adalah
pengalaman yang tidak berwujud (intangible) yang diterima oleh tamu bersamaan
dengan produk yang berwujud (tangible) dari suatu produk yang dibeli. Di
hospitality, service diberikan kepada tamu oleh orang-orang (pelayan
yang melayani di restoran) atau oleh sistem (penggunaan komputer yang
memudahkan pelayanan).
Tamu dan
karyawan terlibat secara personal dalam transaksi service. Bila seorang konsumen
membeli sebuah pensil, maka konsumen akan membawa produk tersebut tanpa memperhatikan
tentang siapa yang membuat produk itu atau bagaimana cara membuatnya. Sedangkan
di hospitality, misalkan seorang pelayan yang melayani makan malam maka
tamu dan pelayan tersebut terlibat secara langsung dimana service dihasilkan
dan dikonsumsi pada waktu yang sama. Pengalaman service ini penting sekali.
Bila pelayan
yang melayani tamu itu menunjukkan sikap yang tidak ramah dan wajah yang
cemberut maka tamu akan merasa tidak senang dan mungkin saja ia tidak akan kembali
ke restoran itu lagi sebaliknya bila pelayan itu menunjukkan sikap yang ramah dan
menyenangkan maka tamu akan senang dan merasa puas. Biasanya tamu yang merasa
puas dengan pelayanan yang diberikan akan memberikan tips yang lebih besar. Davidoff
(1994) mengkategorikan service menjadi 2 yaitu :
1.
Visible Service Yaitu service
yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh konsumen. Service ini disediakan
oleh karyawan yang langsung bertatap muka dengan konsumen. Contohnya : karyawan
di bagian front office, pelayan yang melayani di restoran, dan lain-lain.
2.
Invisible Service Yaitu service
yang tidak dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh konsumen. Service ini
menunjang visible sistem. Contohnya: Karyawan di bagian akuntansi, personalia,
dan lain-lain.
Ada tiga
karakteristik utama dari produk service yang membedakannya dengan produk
ritel (Davidoff,
1994:20) yaitu :
1.
Relative Intangibility of services Kenyataan bahwa
konsumen tidak mendapatkan “sesuatu barang” sebagai hasil dari sebuah service.
Hasil dari sebuah service lebih sering berupa pengalaman daripada kepemilikan
(possession). Contohnya: seorang penumpang kereta api membeli sebuah tiket,
produk riilnya adalah transportasi dari satu kota ke kota lainnya dan ia
memperoleh pengalaman dari perjalanannya entah itu makanannya ataupun pelayanan
yang diberikan oleh perusahaan kereta api tersebut bukannya ia mendapat sesuatu
barang.
2.
Simultaneity of Service Production and Consumption Adanya tenggang
waktu antara produksi dan konsumsi dari produk service dan produk ritel. Tidak
seperti perusahaan manufaktur mobil yang terdapat tenggang waktu antara mobil
itu diproduksi dan mobil itu dikonsumsi, service biasanya diproduksi dan dikonsumsi
pada saat yang sama oleh karena itu tidak ada inventory untuk service. Oleh
karena itu produk service tersebut tidak dapat disimpan (unperishable). Contohnya
: bila kamar hotel tidak terjual pada hari ini maka tidak dapat dijual kembali
pada hari berikutnya, tiket pesawat hari ini yang tidak terjual tidak dapat digunakan
untuk hari berikutnya .
3.
Customer Participation Konsumen dari
perusahaan service berpartisipasi dalam menciptakan suatu service. Service
tidak mungkin tercipta tanpa adanya input dari konsumen. Jadi service tidak akan
ada tanpa bantuan dari konsumen. Service melibatkan dua belah pihak yaitu konsumen
dan penyedia jasa. Ada beberapa perbedaan antara perusahaan yang bergerak di
bidang service dan ritel: Service Ritel
a)
Memproduksi
dan menjual 1. Memproduksi dan menjual “pengalaman” dan “perasaan” “sesuatu
barang”
b)
Diproduksi
ketika dijual 2. Diproduksi kemudian dijual
c)
Diproduksi
bersama dengan konsumen. 3. Diproduksi tanpa melibatkan konsumen.
WHAT IS QUALITY
?
Kualitas adalah
suatu ukuran yang mengukur kemampuan suatu bisnis hospitality dalam
memenuhi kebutuhan konsumennya. Ini berarti dalam bisnis hospitality ditanamkan
sikap yang berorientasi pasa konsumen dengan mendengarkan “suara dari konsumen”
(apa yang diinginkan konsumen). Produk service yang berkualitas merupakan hal
yang dapat memuaskan konsumen.
Davidoff (1994)
terdapat 7 karakteristik dasar untuk dapat meciptakan dan meningkatkan kualitas
yaitu:
1.
Create Constancy of Purpose
Sama seperti
sebuah bangunan yang membutuhkan pondasi yang kuat dan kokoh demikian pula
sebuah Organisasi service harus didasarkan pada tujuan dan visi yang kuat, jelas
dan konseptual. Hal-hal ini dibangun dengan memperhatikan apa yang diinginkan dan
dipikirkan oleh konsumen. Dengan demikian kita dapat menggunakannya sebagai standar
untuk mengukur tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak
dilakukan. Dengan adanya tujuan yang jelas karyawan dapat melakukan
pekerjaannya dengan lebih baik dan terarah yang pada akhirnya akan memuaskan
konsumen dengan memberikan kualitas produk yang prima dengan biaya yang efisien
dan sikap yang responsif. Tujuan dan misi visi yang telah dibuat akan menjadi
sia-sia bila manajemen tidak konsisten dalam menjalankannya. Oleh karena itu manajemen
harus selalu konsisten dengan apa yang telah dicanangkannya.
2.
Cease Reliance on Inspection
Oleh karena di
bisnis hospitality produk service diberikan secara simultan antara produksi
dan konsumsinya maka tidaklah mungkin bagi manajer untuk menginspeksi tiap produk
service yang diberikan. Oleh karena itu manajer harus memberikan kepercayaan kepada
karyawannya untuk melakukan segala sesuatunya dengan benar.
3. Remove
Barriers
Manajer
mempunyai tanggungjawab untuk membangun cara-cara yang dapat membuat karyawan
melakukan pekerjaannya dengan benar. Terkadang kesalahankesalahan yang terjadi
bukan karena manusianya tapi karena sistemnya. Untuk menghilangkan
rintangan-rintangan yang ada, manajemen dapat mengidentifikasi dan mengeliminasi
tugas-tugas yang sebenarnya tidak diperlukan sehingga dapat menghemat waktu dan
tenaga untuk digunakan tugas-tugas lain yang lebih penting dan berharga. Selain
itu manajemen dapat mencoba untuk mencari dan menciptakan tugas-tugas baru yang
dapat memberikan tambahan nilai bagi konsumen.
4. Practice
Leadership
Dalam
menjalankan suatu organisasi diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai
visi dan mempunyai jiwa kepemimpinan
sehingga dapat mengatur segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan menghasilkan
profit. Pemimpin yang baik dapat menjamin bahwa karyawannya telah melakukan pekerjaannya
dengan benar dan membuat karyawannya dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan manajemen.
5. Educate and
Train
Pendidikan dan
pelatihan merupakan prioritas utama bagi semua perusahaan khususnya hospitality
untuk dapat mencapai service yang memuaskan. Perusahaan tidak bisa hanya
menginvestasikan uangnya di fasilitas-fasilitas fisik saja tapi juga harus menginvestasikan
dana dan waktu untuk memgembangkan sumber daya manusianya. Penyedia jasa tidak
akan mendapatkan hasil yang memuaskan tanpa adanya pendidikan dan pelatihan
yang cukup untuk karyawannya. Bila manajemen berpikir bahwa pendidikan dan
pelatihan butuh biaya yang mahal maka bila terjadi kelalaian/kesalahan dari
karyawan yang berakibat pada konsumen maka harga yang harus dibayar bisa lebih
mahal.
6. Build
long-Term Business Relationships
Sama seperti
karyawan perlu dibantu karyawan lainnya untuk melakukan pekerjaannya, maka
perusahaan juga membutuhkan perusahaan/organisasi untuk mencapai tujuan dan
misinya dengan membangun hubungan bisnis yang bersifat jangka panjang. Sebuah
hotel perlu sekali membangun hubungan bisnis dengan travel agent, supplier dan
konsumen. Selain itu dengan membangun hubungan bisnis yang berkesinambungan
dengan perusahaan/organisasi lain akan membuat perusahaan dapat bersaing dengan
para kompetitornya.
7. Take Positive
Action
Ini adalah hal
yang paling penting dan mudah dilakukan tapi sering dilupakan. Manajemen harus
melakukan pendekatan yang proaktif dan inovatif dengan ide-ide yang lebih baik
untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen dengan selalu memunculkan
pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang dapat saya lakukan untuk konsumen? apa
yang konsumen butuhkan? bagaimana saya dapat menyenangkan konsumen?
INTEGRATING
SERVICE QUALITY
Service Quality biasanya
merupakan alasan keloyalan konsumen terhadap suatu perusahaan. Keloyalan
konsumen tersebut sangat membantu perusahaan untuk meningkatkan pangsa pasarnya
dan untuk memenangkan persaingan. Tantangan utama yang dihadapi oleh industri hospitality
ialah bagaimana memadukan service quality yang prima dengan apa yang
diharapkan oleh tamu. Oleh karena itu penting sekali manajemen memperhatikan
masalah pelatihan karyawan, memperhatikan masalah-masalah konsumen, dan
kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan tamu.
Hotel-hotel yang
mempunyai jaringan internasional akan sangat memperhatikan masalah kualitas
dengan mengirimkan tim-tim khusus untuk memonitor bahwa hotel-hotel yang
memegang waralaba dari hotel pusat telah memenuhi standar yang telah ditetapkan
oleh manajemen pusat. Dalam memberikan service quality ini terdapat gap-gap
yang dikenal dengan 5 gap model dari Parasuraman (1993). Model ini mendefinisikan
gap-gap yang mungkin terjadi dalam suatu organisasi dalam memberikan service
quality yang memenuhi ekspektasi konsumen. Teori-teori dari Parasuraman ini
dikembangkan ke dalam sebuah model umum dari penyediaan service yang tampak
pada gambar A.
Gap 1: Consumer
Expectation versus Management Perception
Gap ini terjadi
ketika manajemen tidak memahami apa yang diinginkan konsumen. Manajemen hospitality
mungkin saja gagal untuk mengerti apa yang konsumen harapkan dalam suatu
service dan bagaimana bisa menyediakan kualitas service yang maksimal.
Sebagai contoh,
manajemen menetapkan suatu sistem bahwa untuk check out termasuk penyelesaian
tagihan-tagihan dan administrasi lainnya akan dilayani dalam waktu tidak lebih
dari 15 menit. Tetapi kenyataannya konsumen sudah mulai resah dan mengomel setelah
10 menit. Ini berarti sistem yang ditetapkan oleh manajemen meyebabkan terjadinya
ketidakpuasan tamu. Mungkin saja manajemen berpikir bahwa waktu 15 menit itu
merupakan waktu yang singkat tetapi tidak demikian dengan tamu. Dari sini manajemen
belajar bahwa waktu yang tepat bukan 15 menit tapi 10 menit.
Gap 2: Management
Perception versus Service Quality Specification
Gap ini terjadi
ketika manajer tahu apa yang konsumen inginkan tapi tidak sanggup atau tidak
berkeinginan untuk meningkatkan sistem yang akan memenuhi keinginan konsumen.
Hal ini bisa disebabkan oleh tidak adanya komitmen yang kuat untuk memberikan service
quality yang maksimal, kurangnya kemampuan untuk memahami persepsi
konsumen, tidak adanya standarisasi tugas dan manajemen tidak mempunyai tujuan.
Beberapa
perusahaan kebanyakan hanya melihat profit jangka pendek saja dan tidak berkeinginan
untuk investasi dengan meyediakan modal yang cukup untuk pengembangan karyawan
dan peralatan-peralatan . Inilah yang menyebabkan terjadinya masalah service
quality. Sebagai contoh, Pemilik hotel yang hanya menganggarkan persediaan
handuk yang secukupnya untuk tiap kamar dan tidak memikirkan bila persediaan
handuk tersebut menyusut karena hilang atau kotor/rusak. Kemudian ada tamu hotel
yang menginginkan handuk lagi dan memintanya kepada karyawan dan karyawan meminta
maaf bahwa pihak hotel tidak mempunyai persediaan handuk lagi. Manajemen hotel
tahu bahwa persediaan handuk sedikit tapi pemilik hotel tidak mau menginvestasikan
uangnya atau tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli perlengkapan-perlengkapan
tersebut. Contoh lainnya, untuk melayani tamu yang akan check-in dibutuhkan 2
orang karyawan tetapi pemilik tidak mau mengeluarkan tambahan uang untuk karyawan
baru sehingga tamu harus menunggu untuk dapat dilayani yang pada akhirnya akan
menyebabkan ketidakpuasan tamu.
Gap 3: Service
Quality Specification versus Service Delivery
Gap ini terjadi
ketika manajemen mengerti kebutuhan apa yang harus diberikan kepada konsumen
dan spesifikasi apa yang tepat untuk ditingkatkan tapi karyawan tidak sanggup
atau tidak mempunyai kemauan untuk memberikan service yang maksimal. Gap ini
terjadi ketika karyawan dan konsumen berinteraksi. Karyawan diharapkan untuk
bisa menunjukkan sikap yang ramah dan penuh senyum serta dapat membantu menyelesaikan
masalah-masalah dari tamu jika tidak maka tamu akan merasa tidak puas. Untuk
mengurangi atau meminimalkan terjadinya gap ini maka penting sekali peranan dari
manajemen mulai dari perekrutan karyawan, pelatihan, pemantauan kondisi kerja karyawan
dan peningkatkan sistem penghargaan kepada karyawan yang berprestasi.
Gap 4: Service
Delivery versus Eksternal Communication
Gap ini tercipta
ketika perusahaan memberikan janji-janji melalui komunikasi eksternal tetapi
yang terjadi tidak seperti yang dijanjikan dan diharapkan. Contohnya, bagian
marketing mempromosikan bahwa tamu yang menginap akan diberikan makanan dan
minuman selamat datang dan akan menerima pelayanan yang sangat memuaskan tetapi
ternyata yang terjadi tidak sesuai dengan yang dipromosikan dimana tamu hanya menerima
minuman selamat datang dan pelayanan yang diberikan sangat mengecewakan tamu.
Kurangnya
konsistensi dari pihak manajemen dapat juga menyebabkan terjadinya gap 4 ini.
Sebagai contoh, dua minggu yang lalu untuk pembayaran tagihan restoran dapat dimasukkan
ke tagihan kamar tetapi sekarang ketika tamu ingin melakukannya tidak dipebolehkan.
Seharusnya ada aturan yang jelas mengenai hal penagihan tersebut sehingga terjadi
konsistensi mengenai apa yang berlaku di hotel tersebut.
Gap 5 :
Expected Service versus Perceived Service
Bila gap-gap
yang sebelumnya mengalami peningkatan maka gap 5 juga akan mengalami
peningkatan. Karena gap 5 menunjukkan perbedaan antara kualitas yang diharapkan
dan kualitas yang diterima konsumen.
Kualitas yang
diharapkan ialah apa yang tamu harapkan untuk diterima dari perusahaan.
Kualitas yang diterima ialah apa yang tamu terima dan rasakan dari perusahaan.
Jika apa yang diterima tamu lebih kecil dari yang diharapkan maka tamu akan
merasa tidak puas.
Keuntungan-keuntungan
yang diperoleh dengan diberikannya service quality yang maksimal :
1.
Mempertahankan
konsumen Konsumen yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh sebuah
bisnis hospitality akan memberitahukannya kepada orang lain dan sulit
untuk membuatnya untuk pindah ke tempat lain
2.
Menghindari
persaingan harga Bisnis hospitality yang mempunyai standar kualitas yang
tinggi akan mempunyai posisi persaingan yang lebih kuat dibandingkan dengan
bisnis hospitality yang mempunyai standar kualitas yang rendah.
3.
Mempertahankan
karyawan-karyawan yang berkualitas .Karyawan-karyawan yang berkualitas akan
lebih menyukai perusahaan tempatnya bekerja dijalankan dengan baik dan
menghasilkan produk yang berkualitas karena mereka tidak menginginkan untuk
selalu dikomplain oleh konsumen karena produk yang tidak berkualitas.
4.
Mengurangi
biaya-biaya, Dengan diberikannya service yang memuaskan kepada konsumen, pihak
manajemen tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh karyawan seperti memberikan makanan ekstra kepada tamu karena
adanya semut di makanan.
5.
Meningkatkan
laba perusahaan, Dengan diberikannya service quality yang maksimal
membuat konsumen merasa puas. Konsumen yang merasa puas ini pasti akan
memberitahukan kepada orang lain sehingga banyak orang yang akan datang dan
menggunakan bisnis hospitality tersebut yang pada akhirnya sangat
membantu perusahaan dalam meningkatkan laba.
EKSPEKTASI DAN
KEPUASAN KONSUMEN
Di industri hospitality,
konsumen dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1.
Eksternal
Konsumen, Adalah konsumen yang mengeluarkan uangnya untuk membayar service yang
diterimanya. Kepuasan dari eksternal konsumen mengukur kesuksesan perusahaan dalam
memberikan pelayanan kepada konsumen yang telah membayar untuk itu . Konsumen
di sini adalah tamu.
2.
Internal
Konsumen, Adalah orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan yang mendapatkan
keuntungan dalam hal ini gaji atas pekerjaan yang dilakukan. Kita tidak bisa
hanya memuaskan eksternal konsumen saja atau internal konsumen saja karena
keduanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pihak manajemen bisa saja
meningkatkan pendapatannya dan mendapatkan profit dengan memuaskan eksternal konsumen
tetapi hal itu tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal jika pihak manajemen
mengabaikan kepuasan dari internal konsumen. Jadi cara yang paling tepat untuk
dapat meningkatkan pendapatan adalah dengan menyenangkan konsumen dan membuat
mereka puas dengan pelayanan yang diberikan.
Internal
konsumen puas
Perputaran
karyawan berkurang
produktivitas
meningkat
Service
quality meningkat
Eksternal
konsumen puas
Loyalitas
meningkat
positif
Word-of-Mouth
Konsumen
meningkat
Profit
meningkat
B. Hubungan
Antara Kepuasan Konsumen dan Profit
Untuk
menghasilkan service quality yang maksimal, maka manajemen harus mengetahui
apa yang menjadi ekspektasi dari konsumen. Bila apa yang menjadi ekspektasi
konsumen dipenuhi oleh pihak penyedia jasa maka konsumen akan merasa puas.
Ekspektasi dari
konsumen ini didasarkan pada pengalaman konsumen di masa lalu, pendapat-pendapat
dari teman dan yang lainnya mengenai pelayanan, fasilitas, dan lainlain,
janji-janji yang diberikan oleh pihak penyedia service kepada konsumen.
Konsumen menginginkan pelayanan yang maksimal yang diberikan dengan sikap yang
professional serta perlakuan yang sama seperti konsumen lain diperlakukan.
Semakin mahal konsumen membayar/mengeluarkan uangnya maka semakin besar
ekspektasi dari konsumen.
Kepuasan
konsumen dalam melakukan transaksi/pembelian sangat tergantung pada bagaimana
produk dan jasa yang diberikan itu dapat memenuhi ekspektasi dari konsumen.
Konsumen mungkin saja akan mengalami beberapa tingkatan kepuasan. Jika produk/jasa
yang diberikan itu tidak memenuhi ekspektasi konsumen maka konsumen tidak puas.
Jika produk/jasa yang diberikan itu sesuai dengan ekspektasi konsumen maka konsumen
puas. Jika produk/jasa yang diberikan itu melebihi ekspektasi konsumen maka konsumen
akan sangat puas.
KESIMPULAN
Salah satu kunci
untuk mencapai keberhasilan di industri hospitality atau dunia service adalah
dengan memberikan kualitas service yang prima kepada konsumen yang memenuhi
ekspektasi konsumen sehingga konsumen merasa puas dengan apa yang diterima dan
dialaminya.
Kualitas servis
yang prima ini diawali dengan puasnya internal konsumen yang menghasilkan
karyawan yang loyal, meningkatnya produktivitas dan kualitas servis yang diberikan
kepada para tamu sehingga pada akhirnya akan memuaskan eksternal
konsumen.
Bila konsumen
tidak puas dengan kualitas servis yang diberikan oleh para penyedia jasa maka
mereka tidak akan kembali lagi, mengeluarkan uang lebih besar atau bahkan membeli
sesuatu jika ternyata pesaing menawarkan kualitas yang lebih baik. Demikian pula
sebaliknya bila konsumen merasa puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, A.S.
1995. What Customers Value Most. John Wiley & Sons. Denver,
Colorado.
Davidoff, D.M.
1994. CONTACT: Customer Service in The Hospitality dan Tourism
Industry. Prentice Hall,
New York.
Horovitz,
Jacques. 2000. Seven Secrets of Service Strategy. Prentice Hall, New
York.
Kotler, P., J.
Bowen dan J. Makens. 1996. Marketing for Hospitality and Tourism.
Prentice Hall,
New York.
Lovelock. H.C.
1991. Service Marketing. Prentice Hall, New York.
Olsen, D.M., R.
Teare dan E. Gummesson. 1996. Service Quality in Hospitality
Organization. Cassel, London.
Parasuraman A,
V.A. Zeithaml dan L. Berry. 1993. More On Improving Service Quality
Measurement. Prentice Hall,
New York.
Powers, T. dan
C.W. Barrows. 1999. Introduction to the Hospitality Industry. 3rd Edition.
John Wiley & Sons,
Denver, Colorado.
No comments:
Post a Comment