Oleh : Hendryadi
Sangat sering saya
mendengar keluhan mengenai tidak signifikannya hasil penelitian. Beberapa
bertanya “apakah boleh jika hasil penelitian tidak berhasil membuktikan teori”
Jawabannya : “JELAS
BOLEH” dan “MENGAPA TIDAK BOLEH”
Karena menggunakan
metode ilmiah, maka penelitian tentu saja memiliki toleransi terhadap keraguan
yang muncul atas sebuah pernyataan atau kesimpulan, memiliki kemauan untuk
mempertanyakan segala sesuatu, keinginan untuk melakukan berbagai pengujian dan
membuka kesempatan atas adanya pertentangan satu sama lain. Dengan demikian,
hasil penelitian terbuka untuk saling berbeda, saling mengkritik, bahkan saling
bertentangan.
Dengan demikian, jika
ada pendapat yang menyatakan “pokoknya harus signifikan !!”, maka saran saya
lebih baik tidak usah diteliti saja, karena sudah yakin 100% signifikan.
Logikanya…jika sudah yakin bahwa hubungan dua variabel yang diteliti “pasti”
signifikan, maka tidak perlu ada pengujian hipotesis dan uji statistik. Cukup
diyakini saja..dan tidak perlu diteliti.
Cara berpikir ilmiah
itu adalah dimulai dari keraguan..makanya dilakukan pembuktian. Karena
ragu..makanya diteliti. Jika sudah tidak ada keraguan..so..ngapain juga
diteliti…he.he.he
Hipotesis yang diajukan
tidak terdukung secara statistic ?
Dalam hipotesis
statistik inferensial, pengujian hipotesis pada prinsipnya adalah pengujian
signifikansi. Signifikansi sendiri merupakan taraf kesalahan yang
didapatkan/diharapkan ketika peneliti hendak menggenalisasi sampel
penelitiannya. Atau dengan kata lain, peneliti melakukan penaksiran parameter populasi
berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari parameter sampel penelitian.
Jika hasilnya tidak
signifikan, maka artinya adalah data yang dikumpulkan tidak berhasil
membuktikan keterkaitan antara X dan Y, dan bukan berarti X tidak berpengaruh
terhadap Y, melainkan data sampel tidak berhasil membuktikan hubungan tersebut.
Mengapa bisa terjadi ?
Ada dua penyebab,
pertama adalah memang data yang dikumpulkan tidak berhasil membuktikan
hipotesis, dan kedua ada kesalahan dari si peneliti.
Untuk kesalahan
pertama, maka tidak ada jalan lain kecuali melaporkan hasil penelitian apa
adanya, atau melakukan menambahan data. Adakalanya, dibutuhkan sampel yang
besar untuk membuktikan adanya hubungan dua variabel, terutama jika hubungan
tersebut kecil.
Sedangkan kesalahan
kedua (yang sering terjadi) adalah adalah kesalahan pengambilan sampel,
kesalahan teknik analisis, kesalahan input data, kesalahan menginterpretasikan
penolakan/penerimaan hipotesis (dikenal dengan istilah kesalahan tipe 1 dan 2),
dan lain sebagainya.
Kesalahan pengambilan
sampel
Contoh sederhana adalah
seorang peneliti ingin meneliti mengenai kepuasan kerja karyawan. Kesalahan
pengambilan sampel terjadi ketika sampel yang digunakan tidak mempertimbangkan
aspek-aspek seperti pendidikan, pengalaman kerja, jenis kelamin dan lain
sebagainya. Sebagai contoh : seorang karyawan yang berpendidikan S2 jelas
memiliki harapan akan promosi lebih tinggi dibanding dengan karyawan yang
berpendidikan SMA. Hal-hal sederhana seperti ini sering kali di abaikan sehingga
menghasilkan jawaban kuesioner memiliki tingkat variabilitas tinggi.
Kesalahan Input data
(coding)
Kesalahan pada input
data atau coding sering terjadi terutama pada pernyataan negatif yang
seharusnya dilakukan reverse score.
Kesalahan teknik
analisis
Kesalahan teknik
analisis umumnya terjadi ketika data yang digunakan “dipaksakan: untuk
menggunakan teknik tertentu. Sebenarnya, dalam statistic, prinsip parsimony
(kesederhanaan) adalah penting. Semakin sederhana maka akan semakin baik.
Kesalahan dalam
menerima dan menolak Hipotesis
Kesalahan tipe I adalah
kesalahan apabila menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima).
Kesalahan tipe II
adalah kesalahan jika menerima Hipotesis yang salah (seharusnya ditolak).
Bagaimana menjelaskan
ketidakmampuan data membuktikan hipotesis ?
Sangat disarankan, pada
tinjauan penelitian dicari juga penelitian yang mendukung dan menolak. Contoh :
Pada penelitian A, B, dan C, DER terbukti berpengaruh negative dan signifikan
terhadap return saham, namun pada penelitan D, E dan F diperoleh hasil
sebaliknya yaitu DER tidak berpengaruh terhadap Return saham.
Dengan adanya tinjauan
penelitian yang mendukung dan menolak tersebut, kita bisa menjelaskan bahwa
paling tidak hasil penelitian ini relevan dengan peneltiian D, E, dan F, dan
berbeda dengan peneltiian A, B, dan C.
No comments:
Post a Comment