Thursday, December 4, 2014

Faktor-faktor Dominan yang mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik



Sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, isu tentang pelayanan publik selalu menarik untuk dikaji dan dibahas, karena pelayanan publik menjadi salah satu barometer keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Berbagai kajian dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik dipengaruhi oleh banyak faktor, variabel, dimensi dan indikator. Berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan kualitas pelayanan publik telah digunakan oleh para peneliti dalam pembahasan kajiannya, baik dalam bentuk tesis maupun dalam bentuk disertasi.
Berdasarkan hasil kajian pada Perpustakaan Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung terhadap tesis dan disertasi yang berkaitan dengan tema “kualitas pelayanan publik,” baik kajian yang dilakukan secara kuantitatif maupun secara kualitatif, diperoleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Berbagai faktor tersebut adalah sebagai berikut:

(1)   Motivasi kerja birokrasi dan aparatur;
(2)   Kemampuan aparatur;
(3)   Pengawasan/kontrol sosial;
(4)   Perilaku birokrasi/aparatur;
(5)   Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi serta iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi; dan
(6)   Restrukturisasi organisasi.
Pendahuluan
Paradigma paling mutakhir dalam administrasi publik menurut Denhardt dan Denhardt (2007, 28-29) adalah paradigma New Public Service (NPS). Berbeda dengan paradigma Old Public Administration (OPA), peran pemerintah sebagai rowing dan pada paradigma New Public Management (NPM), peran pemerintah sebagai steering, maka pada paradigma NPS, peran pemerintah adalah sebagai serving.
Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator pada paradigma NPS yaitu “Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat.” Sejalan dengan perkembangan paradigma di atas, bahwa meningkatnya kualitas pelayanan publik dan publik merasakan kepuasan atas pelayanan tersebut merupakan tujuan akhir dari reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintah. Bahkan kualitas pelayanan publik (untuk ruang lingkup Indonesia) menjadi barometer bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu, semua kementerian/lembaga serta pemerintah daerah mempunyai target pencapaian yang jelas setiap tahunnya. “Kita harus menuju ke sana, dan harus ada ukuran-ukurannya, indikator-indikatornya setiap periode. Lalu indikator pencapaian tahunan, lima tahunan itu harus ada, konkret,” kata Wakil Presiden Boediono seusai rapat reformasi birokrasi di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 3 November 2010. Boediono menambahkan hasil dari reformasi birokrasi tidak bisa dirasakan seketika karena banyak aspek yang harus diperbaiki. “Itu tidak bisa kita harapkan dalam sehari dua hari, ini jangka menengah dan panjang.”
Penegasan Wapres juga sekaligus ditujukan untuk menjawab keresahan masyarakat akibat integritas pelayanan publik yang terus menurun. Survei integritas sektor publik yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan hasilnya terus menurun dibandingkan tahun 2009.
Pada 2009, Indeks Integritas mencapai 6,5 sedangkan pada 2010 menjadi 5,42. Penurunan tersebut disebabkan menurunnya “kualitas pelayanan publik” di beberapa unit pelayanan. Survei berlangsung sejak April-Agustus 2010 dan dilakukan di 353 unit layanan yang tersebar di 23 instansi pusat, enam instansi vertikal, dan 22 pemerintah kota. Boediono menambahkan pemerintah sedang menyusun rencana strategis reformasi birokrasi jangka menengah sampai 2014 dan jangka panjang hingga 2025.
Selain itu, lanjut Boediono, pemerintah telah membentuk komite pengarah yang langsung diketuai oleh Wapres. Dan tim reformasi birokrasi nasional yang diketuai oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur. “Tim ini akan melaksanakan dan melihat secara garis besar dan detail pelaksanaan dari grand design dan road map reformasi birokrasi.” Tim Independen Wapres menambahkan pihaknya juga telah membentuk tim pendukung, yaitu tim independen dan tim quality assurance (penjaminan kualitas). Keduanya bekerja di luar dua tim yang pertama. Tim independen terdiri dari beberapa tokoh pemerintah maupun non pemerintah, akademisi, serta dunia usaha. Tugasnya memberikan pandangan dan evaluasi kepada komite pengarah reformasi birokrasi. Sedangkan tim quality assurance bertugas meneliti kualitas dari pelaksanaan setiap aspek reformasi birokrasi (Koran Jakarta, 4 November 2010).
Sejalan dengan hal tersebut di atas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga menemukan bahwa kualitas pelayanan publik pada instansi pemerintah masih lemah dan setengah hati. Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) mengaku, pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat selama ini masih memiliki banyak kelemahan dan kekurangan sehingga perlu diperbaiki.
Menurut dia, hampir semua instansi pemerintah memberikan pelayanan publik kepada masyarakat melalui one stop service atau biasa disebut pelayanan terpadu satu atap. Namun, implementasinya masih banyak ditemukan penyimpangan dan terkesan setengah hati. Dalam hal perizinan misalnya, banyak masyarakat yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan surat izin. Padahal, dalam peraturan perundang-undangan disebutkan, semua kewenangan instansi berada dalam satu pintu pelayanan terpadu.
”Kita lihat pemerintah daerah masih setengah hati, namanya pelayanan terpadu semua kewenangan ada di situ sehingga kalau misalnya mau investasi atau usaha apa, di situ bisa diputuskan dalam ruangan atau gedung terpadu itu,” jelasnya. Berdasarkan data yang ada, dari 524 pemerintah daerah kabupaten/kota, baru 70% yang membentuk pelayanan terpadu atau baru sekitar 300 instansi. Sisanya belum ada (pelayanan terpadu), yang sudah membentuk sebanyak 300 tersebut tapi belum 100% menjalankan fungsi pelayanan terpadu.
Berbagai riset, penelitian, ide, gagasan dan kajian tentang kualitas pelayanan publik telah dilakukan, baik dalam bentuk opini, makalah, skripsi, tesis, maupun disertasi. Berbagai hal tentang kualitas pelayanan publik tersebut telah pula dipublikasikan dalam koran, buku, majalah, jurnal, atau di internet. Kualitas pelayanan publik akan selalu menarik untuk dikaji dan dibahas, karena masyarakat selalu mengalami dinamika, ilmu pengetahuan dan teknologi pun mengalami perkembangan dengan pesat.
Seiring dengan hal tersebut, tentu saja konsep, dimensi, indikator-indikator tentang kualitas pelayanan publik akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan zaman. Kemampuan beradaptasi dengan perubahan tersebut, akan menjadi modal bagi pengambil kebijakan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kemampuan meningkatkan kualitas pelayanan publik, bagi kepala negara/daerah akan dapat meningkatkan kepercayaan publik/rakyat kepada mereka, sehingga tidak menutup kemungkinan, bila mereka kembali mencalonkan diri sebagai kepala negara/daerah akan dipilih lagi oleh rakyatnya bahkan kebaikan yang telah mereka lakukan akan selalu dikenang oleh rakyatnya sepanjang masa.
Berkenaan dengan hal tersebut, bagi kepala negara/kepala daerah serta para pejabat publik lainnya agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik, langkah yang paling mendasar adalah mengetahui berbagai seluk beluk tentang kualitas pelayanan publik, termasuk faktor-faktor, dimensi, indikator yang menyangkut tentang kualitas pelayanan publik. Pemahaman mengenai kualitas pelayanan publik tentu saja akan menjadi modal awal bagi kepala Negara/kepala daerah serta para pejabat publik lainnya
dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Tulisan ini berusaha untuk mengungkapkan berbagai fakta dan data serta menganalisis mengenai faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik.
Pengumpulan data tentang “faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik” tersebut dilaksanakan dengan metode library research dan telaah terhadap semua tesis dan disertasi yang tersimpan pada Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung dengan tema tentang “kualitas pelayanan publik.” Telaah dan kajian terhadap tesis dan disertasi tersebut dilakukan pada kurun waktu tahun 2009-2010.
Dimensi dan Indikator Kualitas Pelayanan Publik
Kata “kualitas” mengandung banyak pengertian, beberapa contoh pengertian kualitas menurut Tjiptono (1995, 24) adalah:
(1)   Kesesuaian dengan persyaratan;
(2)   Kecocokan untuk pemakaian;
(3)   Perbaikan berkelanjutan;
(4)   Bebas dari kerusakan/cacat;
(5)   Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat;
(6)   Melakukan segala sesuatu secara benar;
(7)   Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.
Menurut Ibrahim (2008, 22), kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan publik tersebut.
Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut menurut Tjiptono (1995, 25) antara lain adalah:
(1)   Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses;
(2)   Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan;
(3)   Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
(4)   Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer;
(5)   Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain;
(6)   Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain.
Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk, berkualitas atau tidak. Umumnya yang sering muncul di mata publik adalah pelayanan yang diberikan para petugas pelayanan. Petugas pelayanan merupakan ujung tombak terdepan yang berhadapan langsung dengan publik. Itu sebabnya, sebagai petugas terdepan harus memiliki profesionalisme, bagaimana cara memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat?
Pertanyaan pokok yang harus dijawab dan berkaitan dengan petugas atau pekerja yang terlibat dalam pelayanan antara lain;
  1. Berapa banyak orang yang diperlukan?
  2. Bagaimana perbandingan antara pegawai yang langsung berhadapan dengan pelanggan dan pegawai yang bekerja di belakang layar?
  3. Apa saja keterampilan yang harus dimiliki? dan
4.      Bagaimana perilaku yang diharapkan dari pegawai tersebut kepada pelanggan?.

Menurut Lovelock dan Wright (2005, 15) ada empat fungsi inti yang harus dipahami penyedia layanan jasa, yaitu:
(1)    Memahami persepsi masyarakat yang senantiasa berubah tentang nilai dan kualitas jasa atau produk;
(2)    Memahami kemampuan sumber daya dalam menyediakan pelayanan;
(3)    Memahami arah pengembangan lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas yang diinginkan masyarakat terwujud, dan
(4)    Memahami fungsi lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas jasa/produk tercapai dan kebutuhan setiap stakeholders terpenuhi.
Untuk mengetahui kepuasan pelanggan, dapat dilakukan melalui survei pelanggan yang didasarkan pada dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang berkaitan erat dengan kebutuhan pelanggan. Bagaimana mengukur kualitas pelayanan yang diberikan penyelenggara pelayanan, sesungguhnya banyak dimensi-dimensi yang dirancang para ahli yang dapat diadopsi, atau sebagai alat pemandu bagi aparatur. Dimensi-dimensi kualitas pelayanan jasa menurut para ahli tidak hanya satu, dus ada berbagai macam, namun perlu diketahui bahwa dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik yang akan dieksplorasi “tidak ada satupun metafora tunggal” yang bisa memberikan teori umum atau berlaku secara umum, setiap dimensi memberikan keunggulan komparatif sebagai penjelasan dalam konteks yang berbeda-beda.
Hal ini dipertegas oleh Winardi (2000, 145) ”Apabila kita ingin melaksanakan eksplorasi hingga melampaui model sederhana yang dikemukakan maka akan kita menghadapi kenyataan bahwa tidak ada teori yang diterima secara universal dan yang mencakup segala hal. Yang ada adalah banyak teori yang mendekati persoalan pokok dari sudut macam-macam perspektif.”
Menurut Van Looy (dalam Jasfar 2005, 50), suatu model dimensi kualitas jasa yang ideal baru memenuhi beberapa syarat, apabila:
(1)      Dimensi harus bersifat satuan yang komprehensif, artinya dapat menjelaskan karakteristik secara menyeluruh mengenai persepsi terhadap kualitas karena adanya perbedaan dari masing-masing dimensi yang diusulkan;
(2)      Model juga harus bersifat universal, artinya masing-masing dimensi harus bersifat umum dan valid untuk berbagai spektrum bidang jasa;
(3)      Masing-masing dimensi dalam model yang diajukan haruslah bersifat bebas; dan
(4)      Sebaiknya jumlah dimensi dibatasi (limited).
Dengan demikian, untuk dapat menilai sejauhmana mutu pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah, memang tidak bisa dihindari, bahkan menjadi tolok ukur kualitas pelayanan tersebut dapat ditelaah dari kriteria dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik.
Menurut Zeithaml dkk. (1990), Kualitas pelayanan dapat diukur dari lima dimensi, yaitu: Tangibel (Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiviness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan), dan Empathy (Empati).
Masing-masing dimensi memiliki indikator-indikator sebagai berikut:

Untuk dimensi Tangibel (Berwujud), terdiri atas indikator:
  • Penampilan Petugas/aparatur dalam melayani pelanggan,
  • Kenyamanan tempat melakukan pelayanan,
  • Kemudahan dalam proses pelayanan, Kedisiplinan petugas/aparatur dalam melakukan pelayanan,
  • Kemudahan akses pelanggan dalam permohonan pelayanan, dan
  • Penggunaan alat bantu dalam pelayanan.

Untuk dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator:
  • Kecermatan petugas dalam melayani pelanggan,
  • Memiliki standar pelayanan yang jelas,
  • Kemampuan petugas/aparatur dalam menggunkanan alat bantu dalam proses pelayanan, dan
  • Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan.

Untuk dimensi Responsiviness (Respon/ketanggapan), terdiri atas indikator:
  • Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan, Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat,
  • Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat,
  • Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat, Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat, dan
  • Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas.

Untuk dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator:
  • Petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan, Petugas memberikan jaminan biaya dalam pelayanan,
  • Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan, dan Petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam pelayanan.
  • Untuk dimensi Empathy (Empati), terdiri atas indikator:
  • Mendahulukan kepentingan pemohon/pelanggan,
  • Petugas melayani dengan sikap ramah, Petugas melayani dengan sikap sopan santun,
  • Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan), dan
  • Petugas melayani dan menghargai setiap pelanggan.

Lima dimensi pelayanan publik tersebut di atas, menurut Zeithaml dkk. (1990) dapat dikembangkan menjadi sepuluh dimensi sebagai berikut:
(1)      Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;
(2)      Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;
(3)      Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan;
(4)      Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan;
(5)      Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
(6)      Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat;
(7)      Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko;
(8)      Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
(9)      Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat; dan
(10)  Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Produk organisasi publik adalah pelayanan publik. Karenanya produk pelayanan yang berkualitas menjadi tuntutan pemberi pelayanan.
Gibson, Ivancevich & Donnelly memasukkan dimensi waktu, yaitu menggunakan ukuran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dalam melihat organisasi publik. Dalam hal ini kinerja pelayanan publik terdiri dari:
(1)          Produksi, adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungannya;
(2)          Mutu, adalah kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan pelanggan dan clients;
(3)          Effisiensi, adalah perbandingan terbaik antara keluaran (output) dan masukan (input); (4) Fleksibilitas, adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggang organisasi terhadap tuntutan perubahan internal dan eksternal. Fleksibilitas berhubungan dengan kemampuan organisasi untuk mengalihkan sumberdaya dari aktivitas yang satu ke aktivitas yang lain guna menghasilkan produk dan pelayanan baru yang berbeda dalam rangka menanggapi permintaan pelanggan;
(4)          Kepuasan menunjuk pada perasaan karyawan terhadap pekerjaan dan peran mereka di dalam organisasi;
(5)          Persaingan menggambarkan posisi organisasi di dalam berkompetisi dengan organisasi lain yang sejenis;
(6)          Pengembangan, adalah ukuran yang mencerminkan kemampuan dan tanggungjawab organisasi dalam memperbesar kapasitas dan potensinya untuk berkembang melalui investasi sumberdaya; dan
(7)          Kelangsungan hidup ádalah kemampuan organisasi untuk tetap eksis dalam menghadapi segala perubahan (Depdagri 2006, 29-30).
Dengan demikian, dapat diketahui dan dipahami bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan publik yang baik tidak cukup hanya menggunakan indikator tunggal, namun secara niscaya harus menggunakan multi-indicator atau indikator ganda dalam pelaksanaannya. Karena itu dimensi-dimensi pelayanan yang disajikan di atas, sangat berpengaruh kepada kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat, pada bidang pelayanan pemerintahan dan pembangunan; bidang ekonomi; bidang pendidikan; bidang kesehatan; bidang sosial; bidang kesejahteraan rakyat; dan bidang pertanahan dan sebagainya.

Selanjutnya, Kumorotomo (1996) menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik terdiri atas empat dimensi, yaitu dimensi efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap. Masing-masing dimensi terdiri atas beberapa indikator. Untuk dimensi efisiensi, indikatornya adalah: keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Untuk dimensi efektivitas, indikatornya adalah: apakah tujuan didirikannya organisasi pelayanan publik itu tercapai; Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi sebagai agen pembangunan. Untuk dimensi keadilan, indikatornya adalah: distribusi dan aloksi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik, dan untuk dimensi daya tanggap, indikatornya adalah: daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.

Sedangkan menurut De Vreye dalam Sugiyanti (1999, 28-29), dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, ada tujuh dimensi dan indikator yang harus diperhatikan:
(1)     Self-esteem (harga diri), dengan indikator: pengembangan prinsip pelayanan; menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya; menetapkan tugas pelayanan yang futuris; dan berpedoman pada kesuksesan ‘hari esok lebih baik dari hari ini.’
(2)     Exeed expectation (memenuhi harapan), dengan indikator: penyesuaian standar pelayanan; pemahaman terhadap keinginan pelanggan; dan pelayanan sesuai harapan petugas.
(3)     Recovery (pembenahan), dengan indikator: menganggap keluhan merupakan peluang, bukan masalah; mengatasi keluhan pelanggan; mengumpulkan informasi tentang keinginan pelanggan; uji coba standar pelayanan; dan mendengar keluhan pelanggan.
(4)     Vision (pandangan ke depan), dengan indikator: perencanaan ideal di masa depan; memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin; dan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
(5)     Improve (perbaikan), dengan indikator: perbaikan secara terus menerus; menyesuaikan dengan perubahan; mengikutsertakan bawahan dalam penyusunan rencana; investasi yang bersifat non material (training); penciptaan lingkungan yang kondusif; dan penciptaan standar yang respinsif.
(6)     Care (perhatian), dengan indikator: menyusun sistem pelayanan yang memuaskan pelanggan; menjaga kualitas; menerapkan standar pelayanan yang tepat; dan uji coba standar pelayanan.
(7)     Empower (pemberdayaan), dengan indikator: memberdayakan karyawan/bawahan; belajar dari pengalaman; dan memberikan rangsangan, pengakuan dan penghargaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Gespersz (1997, 2), Gespersz menyebutkan adanya beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam peningkatan kualitas pelayanan, yaitu:
(1)      Ketepatan waktu pelayanan;
(2)      Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas;
(3)      Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
(4)      Tanggungjawab yang berkaitan dengan penerimaan pesanan, maupun penanganan keluhan;
(5)      Kelengkapan, menyangkut ketersediaan sarana pendukung;
(6)      Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan;
(7)      Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi;
(8)      Pelayanan pribadi, berkaitan dengan flesibilitas/penanganan permintaan khusus;
(9)      Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang, kemudahan, dan informasi; dan
(10)  Atribut yaitu pendukung pelayanan lainnya seperti kebersihan lingkungan, AC, fasilitas ruang tunggu, fasilitas musik atau TV, dan sebagainya.

Menurut Brown dalam Moenir (1998, 33) bahwa di mata masyarakat, kualitas pelayanan meliputi ukuran-ukuran sebagai berikut:
(1)    Reability, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan secara tepat; Assurance, yaitu pengetahuan dan kemampuannya untuk meyakinkan;
(2)    Empathy, yaitu tingkat perhatian dan atensi individual yang diberikan kepada pelanggan;
(3)    Responsiviness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan memberikan pelayanan yang tepat; dan
(4)    Tangibel, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan kelengkapan serta penampilan pribadi.

Selanjutnya, Lovelock (1992) mengemukakan lima prinsip yang harus diperhatikan bagi penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu meliputi:
(1)     Tangible (terjamah) seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunitas material;
(2)     Realiable (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dapat tepat dan memiliki keajegan;
(3)     Responsiveness. Rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan;
(4)     Assurance (jaminan), pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai; dan
(5)     Empaty, perhatian perorangan pada pelanggan.
Dimensi-dimensi pelayanan publik yang dikemukakan oleh Lovelock di atas, tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Zaithaml dkk.
Pendapat lain dikemukakan oleh Salim & Woodward (1992). Menurutnya, dimensi kualitas pelayanan publik terdiri dari:
(1)    Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumberdaya yang sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
(2)    Eficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.
(3)    Efectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi, dan
(4)    Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.
Sementara menurut Lenvinne (1990), dimensi kualitas pelayanan terdiri atas:
(1)    Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers;
(2)    Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan;
(3)    Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Pendapat lain yang senada mengenai dimensi atau ukuran kualitas pelayanan dikemukakan oleh Tjiptono (1997, 14) dalam bukunya “Prinsip-Prinsip Total Quality Service,” yaitu:
(1)   Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi;
(2)   Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan;
(3)   Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap;
(4)   Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan; dan
(5)   Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil library research dan telaah terhadap semua tesis dan disertasi dengan tema penelitian tentang “kualitas pelayanan publik,” diperoleh data sebagai berikut:
ada 12 (duabelas) yang berbentuk tesis dan ada 11 (sebelas) yang berbentuk disertasi. Keduapuluhtiga hasil penelitian tersebut, diuraikan secara ringkas sebagai berikut:
  • Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rozaman Gea (2004) dengan judul tesis: “Pengaruh Motivasi Kerja Aparat terhadap Kualitas Pelayanan Publik.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa “motivasi kerja aparat memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik” pada Dinas Pendapatan Kabupaten Nias.
  • Kedua, penelitian Sri Winarni (2004) dengan judul tesis: “Pengaruh Pengawasan Melekat Terhadap Efektivitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk di Kantor Camat Tarakan Utara.” Hasil analisis menunjukan bahwa antara variabel pengawasan melekat dan efektifitas pelayanan kartu tanda penduduk di Kantor Camat Utara terdapat korelasi yang signifikan.
  • Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Bambang Budijono (2004) dengan judul: “Pengaruh Pengawasan Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Publik.” Berdasarkan hasil penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini secara empirik dapat diterima yaitu kualitas pelayanan publik rendah, karena lemahnya pengawasan masyarakat dan “pengawasan masyarakat yang meliputi komunikasi dan nilai masyarakat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik” yang meliputi keandalan, ketanggapaan, keyakinan, empati dan berwujud.
  • Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Abas A. Renwarin (2005) dengan judul tesis: “Pengaruh Perilaku Birokrasi terhadap Kualitas Layanan Kesehatan.” Hasil analisis data menunjukkan bahwa “perilaku birokrasi sebagai variabel bebas berpengaruh terhadap kualitas layanan kesehatan” sebagai variabel terikat, indikasi ini diperkuat setelah dilakukan analisis regresi menunjukkan bahwa perilaku birokrasi dengan kualitas layanan kesehatan di Puskesmas Un Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara mempunyai pola hubungan linier dan positif.
  • Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Danil Defo (2005) dengan judul tesis: “Pengaruh Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Terhadap Kualitas Pelayanan Sipil.” Disimpulkan bahwa “implementasi kebijakan pelayanan terpadu berpengaruh terhadap kualitas pelayanan sipil.”
  • Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Frans Jeffry Wirawan (2005) dengan judul tesis: “Pengaruh Perilaku Birokrasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa “perilaku birokrasi secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik” di Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nias.
  • Ketujuh, penelitian yang dilakukan oleh Herman Semmy Tetelepta (2005) dengan judul: “Pengaruh Kinerja Birokrasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik.” Hasil penelitian menunjukan bahwa “kinerja birokrasi berpengaruh terhadap terhadap kualitas pelayanan publik.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.
  • Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Hendrikus Watratan (2005) dengan judul tesis: “Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Efektifitas Pelayanan Civil.” Hasil pengujian menunjukan bahwa “kontrol sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap efektifitas pelayanan civil.” Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini teruji dan dapat diterima. Pengaruh tersebut mengindikasikan bahwa kinerja pelayanan civil akan semakin meningkat apabila kontrol sosial dapat ditingkatkan.
  • Kesembilan, penelitian yang dilakukan oleh Ikhwan Agus (2004) dengan judul tesis: “Pengaruh Implementasi Kebijakan Tata Ruang terhadap Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (Studi di Kota Bontang Provinsi Kalimantan Timur).” disimpulkan bahwa “implementasi kebijakan tata ruang mempunyai hubungan korelasi yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan” izin mendirikan bangunan.
  • Kesepuluh, penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Husni (2005) dengan judul tesis: “Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dalam Pelayanan Publik.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa “terdapat pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai.”
  • Kesebelas, penelitian yang dilakukan oleh Tri Supraptini (2005) dengan judul tesis: “Pengaruh Perilaku Aparat terhadap Kualitas Layanan Publik di Bidang Perizinan.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa “perilaku aparat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas layanan publik” di bidang perizinan (Studi tentang layanan perizinan usaha di Kota Batam dengan lokus Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Batam, pada perizinan Dokumen Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
  • Keduabelas, penelitian yang dilakukan oleh Titus F.L. Renwarin (2006) dengan judul tesis: “Pengaruh Motivasi Kerja Aparat terhadap Kualitas Pelayanan Publik.” Hasil analisis dalam penelitian menunjukan bahwa “motivasi kerja aparat yang meliputi dimensi kebutuhan, pengharapan, insentif dan keadilan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik” yang meliputi dimensi keandalan, ketanggapan, jaminan, empati, dan bukti langsung.
  • Ketigabelas, penelitian yang dilakukan oleh Liestyodono B. Irianto (2008) dengan judul disertasi: “Pengaruh Kemampuan dan Perilaku Aparatur Birokrasi Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa “kemampuan aparatur memberikan pengaruh lebih besar daripada perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan” kesehatan, dengan demikian kontribusi kemampuan aparatur lebih besar dari pada kontribusi perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Dimensi “pengalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan” kesehatan, hal ini menunjukkan bahwa dimensi pengalaman lebih dominan dalam membentuk kemampuan aparatur. Dimensi “tanggung jawab memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan,” hal ini menunjukkan bahwa dimensi tanggung jawab lebih dominan dalam membentuk perilaku aparatur.
  • Keempatbelas, penelitian yang dilakukan oleh Ishak Kusnandar (2005) dengan judul disertasi: “Pengaruh Implementasi Kebijakan terhadap Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan.” Implementasi kebijakan berdasarkan dimensi komunikasi, disposisi, dan struktur birokrasi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan izin mendirikan bangunan artinya implementasi kebijakan berdasarkan ketiga dimensi tersebut sangat menentukan kualitas pelayanan izin mendirikan bangunan di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Dari keseluruhan dimensi yang paling besar pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan izin mendirikan bangunan yaitu dimensi disposisi, dan yang paling kecil dimensi sumber-sumber.
  • Kelimabelas, penelitian yang dilakukan oleh Soesilo Zauhar (2005) dengan judul disertasi: “Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Aparatur terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Kota Malang.” Hasil kajian menunjukkan bahwa variabel “kemampuan aparatur, budaya organisasi dan kebijakan yang mendukung menjadi variabel utama yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik.” Sedangkan variabel “motivasi menjadi faktor proaktif dan dinamisator bagi peningkatan kinerja pelayanan publik.”
  • Keenambelas, penelitian yang dilakukan oleh Tony Sukasah (2004) dengan judul disertasi: “Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi dan Aliran Informasi dalam Pelayanan Publik terhadap Kepuasan Masyarakat di Kabupaten Bekasi.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Iklim komunikasi organisasi dikembangkan dinas daerah berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pelayanan publik; (2) Aliran informasi yang dikembangkan dalam dinas daerah berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pelayanan publik; dan (3) Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan dinas daerah berpengaruh positif terhadap kepuasan masyarakat.
  • Ketujuhbelas, penelitian yang dilakukan oleh Nur Hasan (2006) dengan judul disertasi: “Pengaruh Implementasi Kebijkan Pemerintah dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Kualitas Pelayanan terhadap Kinerja Penyelenggara Ibadah Haji Khusus di Indonesia.” maka dapat disimpulkan bahwa: “implementasi kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji dan kualitas pelayanan berpengaruh dan berperan besar terhadap kinerja penyelenggara ibadah haji khusus di Indonesia.”
  • Kedelapanbelas, penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2007) dengan judul disertasi: “Pengaruh Restrukturisasi Organisasi Badan Usaha Milik Daerah terhadap Kinerja Pelayanan.” Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ditemukan bahwa “restrukturisasi organisasi Badan Usaha Milik Daerah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pelayanan” Perusahaan Daerah Jasa dan Kepariwisataan Provinsi Jawa Barat. Adapun dimensi human resources memberikan pengaruh relatif sedang terhadap kinerja pelayanan. Dimensi functional resources memberikan pengaruh relatif kecil terhadap kinerja pelayanan. Dimensi technological capabilities memberikan pengaruh relatif kecil terhadap kinerja pelayanan, dan dimensi organizational abilities memberikan pengaruh relatif kecil terhadap kinerja pelayanan. Realitas demikian, menunjukkan bahwa pada lingkungan jasa layanan yang kompetitif, memiliki kemampuan untuk melayani pelanggan lebih baik dapat membawa sukses Perusahaan Daerah Jasa dan Kepariwisataan Provinsi Jawa Barat.
  • Kesembilanbelas, penelitian yang dilakukan oleh Thomas Bustomi (2006) dengan judul disertasi: “Pengaruh Perencanaan Fasilitas dan Koordinasi terhadap Kualitas Pelayanan Persampahan.” Hasil penelitian mengungkapkan bahwa “perencanaan fasilitas baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan” persampahan, begitupun pengaruh koordinasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas pelayanan persampahan. Sehingga dapat diperoleh gambaran secara simultan bahwa kualitas pelayanan persampahan di wilayah studi dipengaruhi secara signifikan oleh ke dua variabel tersebut.
  • Keduapuluh, penelitian yang dilakukan oleh Yamin M. Saleh (2006) dengan judul disertasi: “Mutu Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Sukabumi.” Adapun hasil yang diperoleh sebagai berikut: (1) perubahan organisasi Pemerintah Daerah tidak mempertimbangkan secara cermat faktor lingkungan eksternal kondisi internal dan strategi organisasi Pemerintah Daerah, (2) proses penataan struktur organisasi Pemerintah Daerah dilaksanakan secara tertutup oleh pejabat birokrasi dan adanya power control yang kuat, sehingga tidak bersifat independent, dan menghasilkan bentuk struktur dan proses organisasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan (3) bentuk struktur organisasi Pemerintah Daerah yang sangat besar secara diferensiasi horizontal dan vertikal dan tidak memperbanyak diferensiasi spasial, pada daerah terpencil, ternyata menyebabkan jauhnya jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat dan mutu pelayanan publik bidang kesehatan masyarakat tetap rendah, (4) pembinaan perilaku organisasi yang tidak dilaksanakan dengan rencana dan strategi yang jelas, menghasilkan bentuk perilaku organisasi yang tidak sesuai dengan formalisasi dan norma-norma organisasi yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan mutu pelayanan publik bidang kesehatan masyarakat tetap rendah.
  • Keduapuluhsatu, penelitian yang dilakukan oleh Edi Siswadi (2006) dengan judul disertasi: “Pengaruh Pelaksanaan Rekayasa Ulang terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum.” Hasil pengujian menunjukkan bahwa, “perubahan radikal, restrukturisasi, pemanfaatan teknologi informasi dan efesiensi pelayanan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kulaitas pelayanan.”
  • Keduapuluhdua, penelitian yang dilakukan oleh Erika Revida (2005) dengan judul disertasi: “Pengaruh Pemberdayaan Aparatur Birokrasi Terhadap Motivasi Kerja Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan Izin Usaha Industri Di Kota Medan Sumatera Utara.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberdayaan aparatur birokrasi berpengaruh positif terhadap Motivasi kerja, “Pemberdayaan aparatur birokrasi berpengaruh positif terhadap Kualitas

  • pelayanan” izin usaha industri, Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap Kualitas pelayanan izin usaha industri dan Pemberdayaan aparatur birokrasi berpengaruh terhadap Motivasi kerja dalam rangka meningkatkan Kualitas pelayanan izin usaha industri di kota Medan Sumatera Utara.
  • Keduapuluhtiga, penelitian yang dilakukan oleh Ondang Surjana (2008) dengan judul disertasi: “Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pelayanan Pelanggan (Studi Pada Manajemen Unit Pelayanan Dan Jaringan PT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten).” Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa “besarnya pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan pelanggan pada manajemen Unit Pelayanan dan Jaringan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, secara signifikan ditentukan oleh dimensi pemimpin, pengikut dan situasi.”

Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik
Mencermati uraian hasil penelitian di atas, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik, sebagai berikut:
1.        Motivasi kerja aparat memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik
2.        Pengawasan masyarakat yang meliputi komunikasi dan nilai masyarakat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik
3.        Perilaku birokrasi sebagai variabel bebas berpengaruh terhadap kualitas layanan
4.        Implementasi kebijakan pelayanan terpadu berpengaruh terhadap kualitas pelayanan sipil
5.        Perilaku birokrasi secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik
6.        Kinerja birokrasi berpengaruh terhadap terhadap kualitas pelayanan publik
7.        Kontrol sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap efektifitas pelayanan civil
8.        Implementasi kebijakan tata ruang mempunyai hubungan korelasi yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
9.        Terdapat pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai
10.    Perilaku aparat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas layanan publik
11.    Motivasi kerja aparat yang meliputi dimensi kebutuhan, pengharapan, insentif dan keadilan berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan publik
12.    Kemampuan aparatur memberikan pengaruh lebih besar daripada perilaku aparatur terhadap kualitas pelayanan
13.    Pengalaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan
14.    Tanggung jawab memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan
15.    Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pelayanan
16.    Kemampuan aparatur, budaya organisasi dan kebijakan yang mendukung menjadi variabel utama yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik sedangkan variabel motivasi menjadi faktor proaktif dan dinamisator bagi peningkatan kinerja pelayanan publik
17.    Iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pelayanan publik; dan pelaksanaan pelayanan publik berpengaruh positif terhadap kepuasan masyarakat
18.    Restrukturisasi organisasi badan usaha milik daerah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pelayanan
19.    Perencanaan fasilitas baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
20.    Perubahan radikal, restrukturisasi, pemanfaatan teknologi informasi dan efesiensi pelayanan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan kulaitas pelayanan
21.    Pemberdayaan aparatur birokrasi berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan
22.    Besarnya pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan secara signifikan ditentukan oleh dimensi pemimpin, pengikut dan situasi

Hasil identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik tersebut di atas, apabila dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor yang ada, maka akan didapatkan beberapa faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Faktor-faktor dominan tersebut adalah:
(1)   Motivasi Kerja Birokrasi dan aparatur;
(2)   Kemampuan aparatur;
(3)   pengawasan/kontrol sosial;
(4)   Perilaku birokrasi/aparatur;
(5)   Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi serta iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi; dan
(6)   Restrukturisasi organisasi.
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik tersebut tentu saja berbeda antara lokasi penelitian yang satu dengan lokasi penelitian yang lain. Namun demikian, masing-masing faktor mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Artinya, secara umum dapat dikatakan bahwa keenam faktor tersebut secara dominan mempengaruhi kualitas pelayanan publik, di samping faktor-faktor lainnya.
Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan publik tersebut (Ibrahim 2008, 22). Kualitas adalah:
(1)   Kesesuaian dengan persyaratan;
(2)   Kecocokan untuk pemakaian;
(3)   Perbaikan berkelanjutan;
(4)   Bebas dari kerusakan/cacat;
(5)   Pemenuhan kebutuhan pelangggan sejak awal dan setiap saat;
(6)   Melakukan segala sesuatu secara benar;
(7)   Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. Konsep kualitas pelayanan dapat dipahami melalui perilaku konsumen (consumer behavior), yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi suatu produk maupun pelayanan yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka (Tjiptono 1995, 24).
Penutup

Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor dominan yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah sebagai berikut:
(1)   Motivasi kerja birokrasi dan aparatur;
(2)   Kemampuan aparatur;
(3)   Pengawasan/kontrol sosial;
(4)   Perilaku birokrasi/aparatur;
(5)   Komunikasi, disposisi dan struktur birokrasi serta iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi; dan
(6)   Restrukturisasi organisasi. Keenam faktor tersebut, baik secara bersama-sama ataupun secara parsial dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik.
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas pada tatanan organisasi pemerintah (Sinambela 2006, 42-43). Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, dimana kepala negara dan kepala daerah dipilih melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat, maka calon kepala negara/kepala daerah berupaya sedemikian rupa agar masyarakat/rakyat memilihnya menjadi kepala negara atau kepala daerah. Agenda dan tema-tema kampanye calon kepala negara/daerah yang paling dominan adalah tema tentang pelayanan publik. Semakin menarik tema itu dikemas, semakin direspon positif oleh masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka calon kepala negara/daerah termasuk yang sedang menjabat sebagai pejabat publik atau pejabat politik, harus mengetahui dan memahami faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dimaksud, semakin berkualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat, maka secara khusus diharapkan akan semakin tinggi dan semakin percaya (trust) masyarakat terhadap pejabat publik tersebut, dan secara umum akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah/pemerintah daerah.

_________________
Referensi
  • Abas A. Renwarin. 2005. Pengaruh Perilaku Birokrasi terhadap Kualitas Layanan Kesehatan. Tesis. Bandung: PPs Unpad
  • Bambang Budijono. 2004. Pengaruh Pengawasan Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Publik. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Danil Defo. 2005. Pengaruh Implementasi Kebijakan Pelayanan Terpadu Terhadap Kualitas Pelayanan Sipil. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Daviddow, William H. & Bro Uttal. 1989. Total Customer Service. New York: Harper & Row Publisher.
  • Denhardt, Janet V. and Robert B. Denhardt. 2007. The New Public Service: Serving, not Steering. Expanded Edition. Armon, New York: M.E. Sharpe.
  • Edi Siswadi. 2006. Pengaruh Pelaksanaan Rekayasa Ulang terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
    Erika Revida. 2005. Pengaruh Pemberdayaan Aparatur Birokrasi Terhadap Motivasi Kerja Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan Izin Usaha Industri Di Kota Medan Sumatera Utara. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Frans Jeffry Wirawan. 2005. Pengaruh Perilaku Birokrasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik. Tesis. Bandung PPs Unpad.
  • Gespersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas. Jakarta: Gramedia.
  • Hendrikus Watratan. 2005. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Efektifitas Pelayanan Civil. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Herman Semmy Tetelepta. 2005. Pengaruh Kinerja Birokrasi terhadap Kualitas Pelayanan Publik. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Hidayat. 2007. Pengaruh Restrukturisasi Organisasi Badan Usaha Milik Daerah terhadap Kinerja Pelayanan. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • http://www.menpan.go.id/index.php/liputan-media-index/143-kualitas-pelayanan-publik-rendah [16-3-2011]
  • Ibrahim, Amin. 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya. Bandung: Mandar Maju.
  • Ishak Kusnandar . 2005. Pengaruh Implementasi Kebijakan terhadap Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Kumorotomo, Wahyudi. 1996. Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa pada masa transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Lenvine & Charles, H. 1990. Public Administration: Chalenges, Choices, Consequences. Illionis: Scot Foreman.
  • Liestyodono B. Irianto. 2008. Pengaruh Kemampuan dan Perilaku Aparatur Birokrasi Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
    Lovelock & Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Indeks
  • Moenir, H.A.S. 2008. Manajemen Pelayanan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
    Mohammad Husni. 2005. Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dalam Pelayanan Publik. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Nur Hasan. 2006. Pengaruh Implementasi Kebijkan Pemerintah dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Kualitas Pelayanan terhadap Kinerja Penyelenggara Ibadah Haji Khusus di Indonesia. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Nurmandi, Achmad. 2010. Manajemen Pelayanan Publik. Yogyakarta: Sinergi Publishing
    Ondang Surjana. 2008. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pelayanan Pelanggan (Studi Pada Manajemen Unit Pelayanan Dan Jaringan PT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten). Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Purwanto, Erwan Agus. 2005. “Pelayanan Publik Partisipatif” dalam Agus Dwiyanto (editor). 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta : JICA bekerjasama dengan Gajah Mada University Press
  • Rozaman Gea. 2004. Pengaruh Motivasi Kerja Aparat terhadap Kualitas Pelayanan Publik. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Salim, G.M. & Woodward, S.A. 1992. The Manager Monitor. In: L. Willcocks & J. Harrow (eds). Rediscovering Public Services Management. London: Mc Graw Hill Co.
    Sinambela, Lijan Poltak, dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Soesilo Zauhar. 2005. Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Aparatur terhadap Kinerja Pelayanan Publik di Kota Malang. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Sri Winarni. 2004. Pengaruh Pengawasan Melekat Terhadap Efektivitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk di Kantor Camat Tarakan Utara. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Thomas Bustomi. 2006. Pengaruh Perencanaan Fasilitas dan Koordinasi terhadap Kualitas Pelayanan Persampahan. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Titus F.L. Renwarin. 2006. Pengaruh Motivasi Kerja Aparat terhadap Kualitas Pelayanan Publik. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Tjiptono, Fandy. 1995. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.
  • Tony Sukasah. 2004. Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi dan Aliran Informasi dalam Pelayanan Publik terhadap Kepuasan Masyarakat di Kabupaten Bekasi. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Tri Supraptini. 2005. Pengaruh Perilaku Aparat terhadap Kualitas Layanan Publik di Bidang Perizinan. Tesis. Bandung: PPs Unpad.
  • Trilestari, Endang Wirjatmi. 2004. Model Kinerja Pelayanan Publik dengan Pendekatan Systems Thinkinks and System Dinamics. Disertasi. Depok: FISIP UI
    Winardi. 2000. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Rajawali Pers
    Yamin M. Saleh. 2006. Mutu Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Disertasi. Bandung: PPs Unpad.
  • Zeithaml, Valarie A., A. Parasuraman & Leonard L. Berry. 1990. Delivering Quality Service. New York: The Free Press



________________

No comments:

Post a Comment